Jumat, 26 Oktober 2012

STROKE NON HEMORAGIK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
                                                                                                 

A.    Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.9
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.10
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.11

B.     Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.12
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.12
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.12

C.    Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di bagi dalam :
  1. Stroke non hemoragik yang mencakup13
a.       TIA (Transient Ischemic Attack)
b.      Stroke in-evolution
c.       Stroke trombotik
d.      Stroke embolik
e.       Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses, granuloma.
  1. Berdasarkan subtipe penyebab11
a.       Stroke lakunar
b.      Stroke trombotik pembuluh besar
c.       Stroke embolik
d.      Stroke kriptogenik

D.    Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.15,16
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :15,16
  1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.16,17
  1. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan  perbedaan angka kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.16,18
  1. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.5
4.      Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).16

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
  1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.16
  1. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.16,19
  1. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.16

  1. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.16,5
  1. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama.11,20
  1. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.21,16,22
  1. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.16,23

  1. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.16,5

E.     Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang diperlukan untuk seluruh otak  adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.5,13
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih  terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :11
1.       Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis.
2.      Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah.
3.      Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.
IMG
Gambar 2.1. Sirkulus Willisi. 11

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

F.     Gejala klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu :5,9,24
Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.9

Buka mata (E)
Respon motorik (M)
Respon verbal (V)
1.       Tidak ada respons
1.       Tidak ada gerakan
  1. Tidak ada suara
  1. Respons dengan rangsangan nyeri
2.       Ekstensi abnormal
  1. Mengerang
  1. Buka mata dengan perintah
  1. Fleksi abnormal
3.       Bicara kacau
  1. Buka mata spontan
  1. Menghindari nyeri
4.       Disorientasi tempat dan waktu

  1. Melokalisir nyeri
5.       Orientasi baik dan sesuai

  1. Mengikuti perintah

                             
            Penilaian skor skala koma Glasgow :
a.       Koma (GCS = 3-8)
b.      Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)
c.       Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)
Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik (anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi)  yang merupakan sifat khas manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :5,13
1.      Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri
2.      Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya. Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan menghentikan gerakan.
3.      Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan
4.      Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-goyang.














Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial.25


Nervus kranial
Fungsi
Penemuan klinis dengan lesi
I: Olfaktorius
Penciuman
Anosmia (hilangnya daya penghidu)
II: Optikus
Penglihatan
Amaurosis
III: Okulomotorius
Gerak mata; kontriksi pupil; akomodasi
Diplopia (penglihatan kembar), ptosis; midriasis; hilangnya akomodasi
IV: Troklearis
Gerak mata
Diplopia
V: Trigeminus
Sensasi umum wajah, kulit kepala, dan gigi; gerak mengunyah
”mati rasa” pada wajah; kelemahan otot rahang
VI: Abdusen
Gerak mata
Diplopia
VII: Fasialis
Pengecapan; sensasi umum pada platum dan telinga luar; sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula dan sublingual; ekspresi wajah
Hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah; mulut kering; hilangnya lakrimasi; paralisis otot wajah
VIII: Vestibulokoklearis
Pendengaran; keseimbangan
Tuli; tinitus(berdenging terus menerus); vertigo; nitagmus
IX: Glosofaringeus
Pengecapan; sensasi umum pada faring dan telinga; mengangkat palatum; sekresi kelenjar parotis
Hilangnya daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah; anestesi pada farings; mulut kering sebagian
X: Vagus
Pengecapan; sensasi umum pada farings, laring dan telinga; menelan; fonasi; parasimpatis untuk jantung dan visera abdomen
Disfagia (gangguan menelan) suara parau; paralisis palatum
XI: Asesorius Spinal
Fonasi; gerakan kepala; leher dan bahu
Suara parau; kelemahan otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus
Gerak lidah
Kelemahan dan pelayuan lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri  akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.26
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan  di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :5,11
1.      Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
a.       Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat insufisiensi arteri retinalis
b.      Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media
c.       Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2.      Arteri serebri media (tersering)
a.       Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b.      Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c.       Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d.      Disfasia
3.      Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
a.       Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai
b.      Defisit sensorik kontralateral
c.       Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4.      Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a.       Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b.      Meningkatnya reflek tendon
c.       Ataksia
d.      Tanda Babinski bilateral
e.       Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f.        Disfagia
g.      Disartria
h.      Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i.        Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j.        Gangguan penglihatan dan pendengaran
5.      Arteri serebri posterior
a.       Koma
b.      Hemiparese kontralateral
c.       Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d.      Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

G.    Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian hal-hal berikut ini :25
1.      Status mental
a.       Tingkat kesadaran
b.      Bicara
c.       Orientasi
d.      Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir
e.       Pertimbangan
f.       Abstraksi
g.      Kosakata
h.      Respons emosional
i.        Daya ingat
j.        Berhitung
k.      Pengenalan benda
l.        Praksis (integrasi aktivitas motorik).

2.      Nervus kranial
a.       Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.
b.      Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan oftalmoskopi.
c.       Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.
d.      Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.
e.       Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.
f.       Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan kanan.
g.      Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.
h.      Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.
i.        Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.
j.        Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.
k.      Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa.
l.        Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.
3.      Fungsi motorik
a.       Masa otot bisa dengan inspeksi.
b.      Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan, bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak ada kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3: gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5: gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal).
c.       Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot.
4.      Reflek
Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan reflek superfisial.  Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis, triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+  yaitu 0: tak ada respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit, hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek superfisial yang abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit  ke arah pangkal jari-jari kaki melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.
5.      Fungsi sensorik
a.       Sentuhan ringan
b.      Sensasi nyeri
c.       Sensasi getar
d.      Propriosepsis (sensasi posisi)
e.       Lokalisasi taktil.


6.      Fungsi serebelar
a.      Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.
b.      Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.
c.       Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.
d.      Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk keseimbangan.
e.       Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan langkah-langkah yang tinggi.




H.    Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan
Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi. Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1.      Gula darah
Tabel 2.3. Kadar glukosa darah.9

Kriteria diagnostik DM

Bukan DM (mg/dl)
Belum pasti DM (mg/dl)
DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma Vena
<110
110 – 199 
>200
Darah kapiler
<90
90 – 199
>200
Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena
<110
110 – 125
>126
Darah
<90
90 – 109
>110

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5,26

2.      Profil lipid
Tabel 2.4. Kadar Lipid Serum Normal.22


Kolesterol Total
(mg/dl)
Optimal
< 200
Diinginkan
200 –239
Tinggi
≥240
LDL

Optimal
< 100
Mendekati optimal
100 –129
Diinginkan
130 –159
Tinggi
160 –189
Sangat tinggi
≥190
HDL

Rendah
< 40
Tinggi
≥ 60
Trigliserida

Optimal
< 150
Diinginkan
150 –199
Tinggi
200 –449
Sangat tinggi
≥500

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.22
  


Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik pencitraan diantaranya yaitu :27,11
1.      CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.20
2.      MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.20
3.      Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.20



4.      Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.20

I.       Penatalaksanaan
      Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non  hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.9
1.      Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a.      Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b.      Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu :
1)      Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
2)      Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3)      Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
c.       Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.
2.      Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a.       Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b.      Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c.       Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
1)      Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2)      Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3)      Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d.      Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.

e.       Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f.       Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.
g.      Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1)      Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2)      TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3)      Stroke dalam evolusi
4)      Diseksi arteri
5)      Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan trombolitika  :27
1.      Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.28
2.      Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin, dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.28
3.      Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase.28
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang  muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan  di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan sisanya pulang atas permintaan sendiri. 28,5

J.      Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi tersebut yaitu :9
1.      Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai hasil kultur.
2.      Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3.      Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis (dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan harus di hindari.
4.      Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini  dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak onset stoke :
a.       < 50 mg/dl             : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena
b.      50-100 mg/dl         : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam
c.       100-200 mg/dl       : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat
d.      200-250 mg/dl       : insulin 4 unit intravena
e.       250-300 mg/dl       : insulin 8 unit intravena
f.       300-350 mg/dl       : insulin 12 unit intravena
g.      350-400 mg/dl       : insulin 16 unit intravena
h.      > 400 mg/dl           : insulin 20 unit intravena
5.      Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam
6.      Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.
7.      Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di lakukan neurorestorasi dini.
8.      Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9.      Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.

K.    Pencegahan
      Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.9
      Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral, dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok, hindari kegemukan dan kurang gerak.9

L.     Prognosis
      Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.29,30,31,32




DAFTAR PUSTAKA

1.                              Irdawati. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Kanan Dibandingkan Dengan Hemiparese Kiri. Media Medika Indonesia. Surakarta, 2008.
                                       
2.                              Rambe AS. Sekilas Tentang Definisi, Penyebab, Efek, Dan Faktor Risiko. Departemen Neurologi FK-USU. Medan .2009. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18925. (4 januari 2012)

3.                              Situmorang MH. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Yang Meninggal di RSU Dr. Pirngadi Medan.FKM USU. Medan. 2009.

4.                              Utami DN. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Seputih Banyak Lampung Tengah Tahun 2009. PSIK-UNIMAL. Bandar Lampung, 2009.

5.                              Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. (3 januari 2012).

6.                              Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Riset kesehatan dasar 2007.Jakarta.2008.

7.                              Hudak, Gallo. Modified National Institute of Health Stroke Scale for Use in Stroke Clinical Trials. USU Digital Library. 2006.


8.                              RSUD Abdul Moloek. Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek 2010. Lampung, 2010.

9.                              Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.

10.                          Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.  http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf      (1 januari 2012)

11.                          Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC.  Jakarta. 2006: 1110-19.

12.                          Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.

13.                          Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. 2010: 290-91.

14.                          Noeryanto M. Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional Neurologi, Universitas Diponegoro. Semarang, 2002.dalam Standard Pelayanan Minimal Tatalaksana Stroke Non Hemoragik Fase Akut Dan Pfevensi Skunder.2011. http://standar-pelayanan-minimal-tatalaksana.html (1 januari 2012).

15.                          Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3745. (1 februari 2012).

16.                          Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

17.                          Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.

18.                          Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002. http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (3 februari 2012)

19.                          Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

20.                          Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
                                    
21.                          Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC.  Jakarta. 2006: 580-81.

22.                       Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (1 januari 2012)

23.                       Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008. http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(1 januari 2012)

24.                          Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.

25.                          Swartz MH,   Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.

26.                       Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap Di RSU Herna Medan Tahun 200.FKM USU.Medan.2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569 (1 januari 2012)

27.                       Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.

28.                       Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (3 januari 2012).

29.                       Giraldo, elias. Stoke ischemic.2010. http://www.merck.com/mmpe/sec16/ ch211/ch211b.html. (23 januari 2012)

30.                       Goldstein LB. Stroke Ischemic.2010. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/article/000726.htm. (23 januari 2012)
                                                  
31.                       Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta. 2011. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250 (23 januari 2012)

                                                
32.                       Artikel Kedokteran. Stroke Non Hemoragik.2011.http://stroke-non hemoragik.html. (25 desember 2011)

33.                       Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

34.                       Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

35.                       Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr. Sardjito Jogjakarta. Yogyakarta. 2007

36.                       Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010

37.                       Darmawan A. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna pada Penderita Pasca Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4511117_0126-1762.pdf  
(2 februari 2012)